PERUS



PT. DHIFA CAKRAWALA NUSANTARA Tour & Travel, Melayani Penjualan Tiket Pesawat Domestik dan Mancanegara, Hubungi Kami Segera untuk Reservasi Penerbangan Anda Telp. 0741-583763 Hp. 081366300241-081272617250. atau Langsung Kunjungi Kantor Kami Alamat Jl. Pattimura II No.73 Rt14 Kel.Kenali Besar Kota Jambi Hemat Waktu & Biaya...!!! Kepuasan Anda Tujuan Utama Kami.

Thursday, 5 March 2015

Citilink Tertantang oleh Aturan Baru

Peraturan baru di industri penerbangan membuat persaingan di segmen maskapai tarif murah tetap ketat, kata Albert Burhan, presiden dan CEO baru Citilink Airlines. Walaupun jumlah maskapai berkurang, minat masyarakat untuk terbang masih tinggi, papar Albert. Maskapai-maskapai pun berekspansi dengan menambah pesawat dan jadwal penerbangan.
Citilink adalah anak perusahaan maskapai nasional Garuda Indonesia. Maskapai ini mengoperasikan 187 penerbangan per hari dari Jakarta dan Surabaya ke 23 kota dalam negeri. Tahun lalu, Citilink melayani 7,8 juta penumpang atau kenaikan hampir 50% dari 2013. Untuk 2015, maskapai ini berharap dapat menambah jumlah penumpang menjadi 11,2 juta dan membuka lima rute baru.
Sejumlah peraturan baru dari Kementerian Perhubungan bisa menjadi tantangan untuk mewujudkan target itu. Di antaranya, batas termurah harga tiket kini adalah 40% di bawah harga maksimal. Penjualan tiket pun sekarang tidak bisa lagi dilakukan di terminal penumpang.
Albert, mantan direktur keuangan Citilink, belum lama ini berbincang dengan The Wall Street Journal mengenai rencana maskapainya menghadapi persaingan dan peraturan baru. Berikut petikannya.
WSJ: Apa pendapat Anda tentang kebijakan baru Kemenhub, termasuk batas bawah harga tiket dan pelarangan penjualan tiket di bandara?
Albert: Saya kira seluruh peraturan baru dari Kementerian niatnya baik, dan bermaksud untuk memperbaiki kondisi yang ada saat ini. Hanya saja kita harus melihat efektivitasnya.
Anita Rachman/The Wall Street Journal
Presiden dan CEO Citilink Albert Burhan.
WSJ: Bagaimana cara Citilink menghadapi kebijakan batas harga?
Albert: Untuk beberapa rute, harganya jadi lebih mahal. Tetapi untuk sebagian besar rute, harganya kurang lebih sama. Misalnya, untuk Jakarta-Surabaya, harga tiket biasanya Rp300 ribu. Sekarang harganya di atas itu. Pastinya, sulit untuk menjual tiket promosi—kami tak bisa menjual tiket Rp100 ribu, misalnya. Tetapi kami akan mencoba menjualnya dengan nilai tambah. Contohnya, beli tiket Citilink dengan harga tertentu, dapat diskon untuk menginap dua malam di hotel tertentu.
WSJ: Bagaimana dengan larangan penjualan tiket di terminal penumpang? Anda sudah menerapkannya?
Albert: Sejak 1 Maret, sudah tidak ada penjualan tiket di dua bandara, termasuk Soekarno-Hatta.
WSJ: Apa pengaruhnya terhadap pemasukan?
Albert: Sudah pasti ada pengaruhnya. Sejauh ini, sekitar 5% penjualan Citilink datang dari penumpang go-show [yang langsung membeli tiket di bandara]. Kami tentu ingin mereka kembali lagi, membeli tiket kami. Tapi itu berarti kami harus berinvestasi lagi, karena selain customer service di bandara, kami juga harus membuka kantor penjualan di luar bandara. Penumpang Indonesia masih ingin dilayani. Kami telah berinvestasi untuk penjualan langsung di Web atau via ponsel—mudah, tinggal beberapa klik. Tapi [penjualan online] belum naik. Penjualan via biro perjalanan yang naik.
WSJ: Apakah persaingan di industri penerbangan masih ketat?
Albert: Tidak seketat seperti sebelumnya. Dulu kita punya, misalnya, Batavia Air dan Tigerair Mandala. Tetapi ada beberapa yang sudah berhenti beroperasi. Jadi, maskapai sekarang lebih sedikit—tetapi persaingan masih ketat.

No comments:

Post a Comment